○○○

“... di gerbang depan, deket pos satpam ada warung kopi. Aku di sana. Kamu tunggu aja, aku nggak lama kok.”

Begitu kata Sky sebelum menutup sambungan teleponnya. Sembari menunggu, Sea berkeliling museum seorang diri sekali lagi.

Matanya menangkap banyak karya seni; patung, lukisan, buku bersejarah, dan replika budaya. Gerobak jaman tempo dulu yang kini eksistensinya mungkin sudah mulai langka, digeser oleh ramainya coffeeshop dan resto yang instagram-able. Begitu, kan sebutannya?

Sea mengecek lagi handphonenya. Dua puluh menit dan belum ada tanda Sky selesai dengan acara *ngopi-*nya.

Dia putuskan menyusul Sky, di gerbang depan, samping pos satpam. Persis seperti yang dikatakan Sky, di sana ada gerobak dan tenda kecil yang memenuhi trotoar.

Dari kejauhan, Sea bisa melihat Sky duduk lesehan di bawah tenda yang beralaskan terpal biru. Duduk bersama tiga orang tua lansia yang Sea asumsikan sebagai tukang becak, sebab ia juga melihat tiga buah becak terparkir di dekat sana.

Asap rokok keluar dari tenda. Lima orang dewasa di dalam tenda, termasuk Sky sedang aktif merokok. Ia bahkan melihat, Sky menarik satu lagi batang dari bungkus rokok di saku celananya. Padahal puntung rokok terakhir, baru saja Sky padamkan bara apinya di asbak yang sudah penuh abu.

Akan tetapi, melihat Sky tertawa, mengurungkan niat Sea yang hendak menyusul pemuda itu. Ia putuskan berteduh di emperan pos satpam yang sepi karena bapak satpamnya juga sedang nimbrung ngopi bersama Sky.

Dari tempatnya berteduh, Sea bisa mendengar suara percakapan dan tawa orang-orang di bawah tenda yang berkelakar lantang.